Kalau ada momen yang bisa dibilang membuat para geek dianggap mainstream, jawabannya sebenarnya bukan pada adaptasi komik Marvel, trilogi Lord of the Rings, maupun pembaca novel-novel Harry Potter.
Jauh sebelum komik Marvel / DC menjadi populer, trilogi Lord of the Rings digagas, maupun novel sang bocah penyihir ditulis, para geek pertama bersorak ketika George Lucas menciptakan sebuah film saga sci-fi (space opera?) dari seorang bocah bernama Luke Skywalker yang terkenal di seantero dunia. Sedikit anekdot sebelum menulis lebih lanjut review ini, saya pertama kali berkenalan dengan Star Wars bukan melalui filmnya langsung melainkan melalui… Doraemon.
Percaya tidak percaya ada satu chapter Doraemon yang berparodi tentang Star Wars (bukan film parodi Doraemon soal Star Wars) dan saya ingat membaca betapa serunya chapter tersebut karena berbeda dengan cerita-cerita Doraemon yang biasanya. Baru di tahun 1997 ketika Star Wars dirilis ulang untuk ultah 20 tahun, saya menonton trilogi legendaris dari George Lucas tersebut.
Setelah trilogi prekuel Star Wars berakhir di tahun 2005 orang menyangka bahwa ini benar-benar sudah merupakan akhir dari saga Star Wars. Apa lagi cerita yang mau dibahas? Lagipula trilogi prekuel garapan George Lucas tersebut tak mendapatkan cinta seperti trilogi keduanya. Akan tetapi kenyataan berkehendak lain setelah Disney membeli franchise Star Wars di tahun 2012. Segera setelah LucasFilm dibeli oleh Disney, mereka langsung mengumumkan akan menggarap trilogi Star Wars yang baru, kali ini merupakan sekuel dari trilogi pertamanya.
Kabar ini sontak disambut gembira dan hype oleh banyak orang. Terlepas dari kontroversi soal karakter-karakter baru yang datang dan pemilihan sutradara (sebab J.J. Abrams sebelumnya menggarap reboot dari franchise Star Trek) mayoritas hype orang terhadap kembalinya Star Wars sangatlah positif. Dan ketika 2015 tiba maka rekor-rekor box office pun berjatuhan olehnya. Bagaimana sebenarnya kualitas dari film ini – terlepas dari hype yang mengelilinginya?
Star Wars Episode VII: The Force Awakens dibuka di era di mana perang belum juga usai. Kita menyangka bahwa setelah Emperor Palpatine dan Darth Vader dikalahkan di akhir film Return of the Jedi maka kedamaian akan kembali ke dunia tetapi itu semua salah. Di awal The Force Awakens sisa-sisa dari Empire kini membentuk First Order sementara grup Rebellion kini berganti nama menjadi Resistance dan bertarung melawannya. Walaupun kini pertempuran berjalan lebih seimbang (tidak seperti dulu di mana Rebellion terasa seperti underdog), Resistance kehilangan salah satu tenaga utamanya karena Luke Skywalker menghilang dalam pengasingan…
Menggantikan posisi Luke, Leia, dan Han sebagai protagonis utama dalam film ini adalah duet Rey dan Finn (ditambah secara tidak langsung pilot terbaik di kubu Resistance: Poe). Rey adalah seorang gadis dengan masa lalu misterius yang tinggal di planet Jakku sementara Finn adalah seorang Stormtrooper yang muak dengan cara-cara dari First Order melakukan opresi mereka sehingga berusaha melarikan diri dari mereka. Ketika even-even di film membuat mereka bertemu, keduanya pun memulai petualangan mereka untuk meloloskan diri dari kejaran First Order, mencari keberadaan Luke Skywalker, dan bertemu dengan wajah-wajah lama dari trilogi sebelumnya.
J.J. Abrams membuat sebuah film Star Wars yang hormat dengan episode IV – VI, ini adalah keputusan yang tepat mengingat episode prekuel dalam film ini tidak seberapa disukai. Hilang sudah pembicaraan-pembicaraan mengenai politik antariksa yang berkepanjang digantikan dengan petualangan dari satu planet ke planet lainnya. Memberikan keseimbangan antara karakter lama dan karakter baru memang bukan tantangan yang mudah tetapi Abrams melakukannya dengan cukup baik. Porsi terbanyak untuk Episode VII kali ini diberikan untuk menggali sosok Finn dan dirinya sementara Abrams memberikan hint mengenai siapa Rey itu tanpa banyak menggali terlalu dalam – mungkin membiarkan pertanyaan itu dijawab di film berikutnya.
Di sisi lain di pihak musuh ada sosok Kylo Ren yang bisa dibilang merupakan pengganti Darth Vader dari trilogi lama. Kylo Ren tentu saja belum bisa menyamai betapa badass-nya Darth Vader dari trilogi sebelumnya tetapi tidak apa-apa. Ada adegan-adegan emosional dalam film ini yang membuat saya merasa bahwa Kylo Ren memang tidak ingin dibuat terlalu badass tetapi juga manusiawi. Apakah sebagai karakter ia akan terus berkembang? Saya tak ingin banyak spoiler. Tonton, dan putuskan sendiri.
Terlepas dari karakter-karakter yang ada, saya sangat suka dengan efek dalam film ini, J.J. Abrams sadar bahwa untuk mencapai hal terbaik dalam film ini diperlukan tak hanya CG semata tetapi juga bantuan dari set dan replika. Film ini pada akhirnya merupakan kombinasi dari keduanya. Banyak lansekap-lansekap cantik dari film ini baik itu dari planet Jakku dan sistem-sistem di tata surya lainnya. Apabila kalian mencari dogfight yang seru dan khas Star Wars, kalian pun akan menemuinya di film ini. Untuk pertarungan lightsaber dalam film ini sendiri saya merasa akan membagi fans ke dua kubu: satu yang merasa koreografinya terlalu sederhana dan satu lagi yang puas akannya. Saya tak ingin menyalahkan pihak manapun sebab film ini memang lebih memiliki gaya pertarungan lightsaber ala trilogi lawas. Saya suka kedua jenis style.
Pada akhirnya Star Wars Episode VII: The Force Awakens adalah film yang sangat bagus dan memuaskan penggemar lama film Star Wars tetapi bukan film yang sempurna. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab, ada kesan bahwa Episode VII adalah ‘remake’ tak resmi dari Episode IV dan Episode V tetapi apapun keluhannya, saya gembira bahwa Star Wars kembali dan tak sabar menantikan kelanjutan petualangan Rey, Finn, dan Poe di entri-entri mendatang.
May the force be with you!
Score: A-