No Escape (2015)

Memulai review ini saya harus mengakui kalau film No Escape tadinya tidak masuk dalam radar saya. Di tengah begitu banyaknya film summer tahun 2015 yang megah dan hingar bingar, No Escape yang dibuat dan didistribusikan oleh studio ‘kecil’ lolos dari pengamatanku. Tidak sepenuhnya salahku sih, perhatian siapa yang takkan tersedot film-film besar seperti The Avengers: Age of Ultron atau Jurassic World coba? Lantas terlepas dari besar tidaknya hype yang diterima oleh sebuah film, bagaimana kualitas dari film No Escape sendiri?

Film ini disutradarai oleh John Erick Dowdle yang sebelum ini lebih banyak menyutradarai film-film bergenre horor seperti QuarantineDevil dan As Above, So Below. Menjadi pertanyaan besar mengenai apakah Dowdle bisa melakukan transisi ke film survival thriller semacam ini? No Escape adalah film mengenai keluarga ekspatriat Jack Dwyer yang melakukan relokasi ke sebuah negara di Asia Tenggara (nama negara ini sengaja tidak dijelaskan secara langsung tetapi ada indikasi yang menunjukkan film ini berlokasi di Laos atau Myanmar). Kedatangan Jack Dwyer bersama istri dan kedua putrinya benar-benar tidak tepat sebab negara ini tengah diguncang dengan kudeta militer berdarah. Tidak lama setelah kudeta militer terjadi, para militan yang menguasai kota memburu para ekspatriat asing tanpa belas kasihan. Tentu saja ini termasuk keluarga Jack. Dengan dilumpuhkannya polisi beserta aparat keamanan lainnya, Jack dan keluarganya harus putar otak mencari jalan untuk meloloskan diri dari negara ini hidup-hidup.

Rupanya latar belakang Dowdle sebagai sutradara film horor justru menjadi berkah baginya ketika membuat film ini. Alasannya: karena Dowdle menjadi sangat fasih mengenai bagaimana caranya menggarap adegan-adegan yang memacu adrenalin. Banyak sekali adegan memorable dan menegangkan di film ini yang mampu memaksa penonton menahan nafas ketika menontonnya. Mungkin jalan cerita yang ada klise dan sedikit berlebihan tetapi tidak bisa dipungkiri hasilnya efektif memberi impact maksimal kepada para penonton. Ini semua tentu tidak berkat kefasihan Dowdle menggarap adegan-adegan menegangkan saja tetapi juga chemistry yang bagus antara anggota keluarga Jack.

Owen Wilson, Lake Bell, Sterling Jerins, dan Claire Geare semuanya tampil sangat baik untuk membuat penonton perduli kepada keselamatan dari keluarga kecil. Owen Wilson selama ini lebih banyak dikenal dengan aktingnya di film-film komedi tetapi di sini ia menunjukkan kalau ia memiliki kemampuan akting drama dan serius. Peran Wilson pun didukung oleh Bell, Jerins, dan Geare. Sungguh menyegarkan melihat ada aktor-aktor anak yang tidak tampil annoying dan menjengkelkan setelah melihat parade akting anak yang bikin penonton jengkel ketimbang simpatik di film atau serial Hollywood lainnya (hello The Walking DeadI’m looking at you!). Di luar dugaan malahan Pierce Brosnan yang dalam poster tampak sebagai hero lain film ini tidak memiliki porsi tampil terlalu banyak. Toh Brosnan tidak tampil jelek. Dalam kapasitasnya sebagai sosok yang memiliki masa lalu misterius sekaligus menyedihkan, ada aura pahlawan aksi dalam dirinya setiap ia nongol di layar. Agak disayangkan memang bahwa aura ini terasa ‘nabrak’ dengan elemen film lainnya yang terasa lebih realis dan brutal.

Khususnya bagi saya sendiri (dan mungkin bagi banyak penonton keturunan Tionghoa Indonesia lainnya), No Escape memiliki nilai lebih dari sekedar film yang tegang saja. Ia juga merupakan sebuah film yang mengingatkan kami kepada tragedi kerusuhan berdarah Reformasi 1998 dulu. Saya percaya bahwa ada banyak adegan-adegan di film tersebut yang mengingatkan para warga keturunan Tionghoa mengenai apa yang mereka alami dulu di tahun 1998. Memang apa yang terjadi dulu tidak sampai sebrutal film No Escape tetapi ada gidik nostalgia ngeri di mana bulu kuduk saya berdiri ketika menontonnya.

Singkat kata, No Escape adalah film survival thriller yang saya remehkan tapi tampil jauh-jauh melebihi ekspektasiku. Bagi kalian yang menginginkan film yang memacu jantung sepanjang film dengan lakon yang membuat penonton bisa simpatik dengan nasib mereka, ini adalah tontonan yang tak boleh dilewatkan. One of the best movie this year!

Score: A

Geek Gaek

Just a random writer writing on.

Related Posts

Star Wars Episode VII – The Force Awakens (2015)

Kalau ada momen yang bisa dibilang membuat para geek dianggap mainstream, jawabannya sebenarnya bukan pada adaptasi komik Marvel, trilogi Lord of the Rings, maupun pembaca novel-novel Harry Potter. Jauh sebelum komik…

Creed (2015)

Tahukah kalian tahun berapa film Rocky dirilis di layar lebar? Tahun 1976. Betul. Film Rocky akan genap berusia 40 tahun 2016 mendatang. Sangat sedikit franchise yang bisa relevan bertahan sebegitu lamanya. Cerita…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *