Berawal sejak tahun 2012, akhirnya saga dari The Hunger Games berakhir pada akhir tahun 2015 ini. Walaupun Mockingjay Part 2 kemungkinan akan menjadi The Hunger Games yang paling ‘kurang laris’ dibandingkan dengan entri-entri sebelumnya tetapi tetap saja film ini melangkah dengan pasti menuju angka box office 300 Juta USD. Tidak banyak franchise yang setiap entrinya bisa mendapatkan pendapatan setinggi itu.
Kembali pada filmnya sendiri, saat saya mendengar Mockingjay dipecah menjadi dua film saya sebenarnya tak habis pikir. Kenapa hal tersebut harus dilakukan? Berbeda dengan novel terakhir Harry Potter yang memang tebal sehingga harus dipecah menjadi beberapa bagian, Mockingjay terbilang merupakan novel yang tipis-tipis saja dan bisa diselesaikan dalam film berdurasi sekitar 2.5 sampai maksimal 3 jam. Tentu saja pertanyaan saya datang dari segi artistik sebuah film, apabila dari segi uang maka tentu tak perlu diherankan: studio Lionsgate tentu ingin meraup dollar sebanyak-banyaknya.
The Hunger Games: Mockingjay Part 1 sendiri bukan film yang buruk sebab sutradara Francis Lawrence dengan cerdik memusatkan jalan cerita pada bagaimana Distrik 13 menjual Katniss Everdeen sebagai simbol dari pemberontakan. Secara tersirat film bagian pertama Mockingjay adalah cerminan dunia nyata akan bagaimana propaganda film dilakukan, dan Lawrence melakukannya dengan baik dan lebih berhasil ketimbang yang dilakukan oleh Marvel melalui film Captain America: The First Avenger dulu.
Kembalinya Peeta dalam keadaan mental yang hancur di penghujung film sebelumnya membuat Katniss semakin membenci Presiden Snow dan Capitol. Ia pun semakin larut dalam perannya sebagai Mockingjay, sebagai simbol dari pemberontakan yang sekarang menyerbu Capitol. Bagian kedua dari Mockingjay melanjutkan pemberontakan yang kini telah mencapai puncaknya. Kendati sudah dilarang, Katniss bergabung dengan para laskar-laskarnya di garis terdepan perang oleh sebab ia ingin menghabisi Presiden Snow dengan tangannya sendiri. Berhasilkah Katniss memenuhi dendamnya?
Meskipun universe dari The Hunger Games semakin meluas, film ini tetap berpusat pada tiga karakter saja: Katniss, Peeta, dan Gale. Di antara ketiganya Jennifer Lawrence menunjukkan akting yang paling memikat dan paling dewasa dibandingkan kedua kompatriotnya. Daya tarik film ini selain akting mumpuni dari Jennifer Lawrence datang malahan dari barisan cast pendukungnya yang ditopang oleh aktor-aktor senior. Mulai dari Julianne Moore, Donald Sutherland, Woody Harrelson, sampai mendiang Philip Seymour Hoffman menunjukkan kenapa mereka memiliki kualitas akting yang masih di atas Josh Hutcherson, Liam Hemsworth, Sam Claflin, dan aktor-aktor muda lainnya. Harus diakui bahwa hanya akting dari Jennifer Lawrence saja yang bisa bersanding dengan para senior tersebut.
Mengingat film ini merupakan film terakhir The Hunger Games saya yakin banyak di antara kalian yang mengharapkan perang habis-habisan bukan? Saya rasa di sini akan terjadi perbedaan pendapat antara mereka yang telah membaca novel Mockingjay dan mereka yang belum. Saya ingat usai membaca Catching Fire saya sangat menantikan klimaks yang seru membaca Mockingjay. Alih-alih mendapatkannya saya justru mendapatkan sebuah novel yang depresi mengenai bagaimana dalam perang tidak ada yang menang, hanya mereka yang tersisa – dan bagaimana bahkan mereka yang tersisa pun akan selalu dihantui memori akan perang.
Mengingat saya berangkat dengan ekspektasi itu dan melihat bagaimana sutradara Francis Lawrence memutuskan untuk tetap setia dalam versi adaptasinya, saya merasa bahwa film ini merupakan klimaks dan penutup yang pas bagi franchise The Hunger Games… atau setidaknya… sesuatu yang tetap setia dengan materi orisinilnya. Di sisi lain saya sepenuhnya mengerti keluhan orang-orang yang merasa “Kenapa bahkan dalam klimaksnya pun film ini masih banyak bicara, membosankan, dan kurang seru adegan perangnya?”
Jadi setelah empat film dan waktu hampir empat tahun selesailah satu lagi saga panjang novel young adult populer. Sekarang tinggal menanti konklusi dari Divergent dan The Maze Runner saja. Semoga nantinya bisa memiliki konklusi yang sama memuaskannya dengan film ini.
Score: B+